Wednesday, December 21, 2011

Untung Saja Saya Bukan Penyair, Jadi Tidak Perlu Bunuh Diri.

Kemudian mereka bersiap-siap. 
Dengan memakai baju kebesaran mereka.
Dengan ritual yang sakral.
Dengan sepotong syair di tangan kanan dan sebilah pedang di tangan kiri kemudian menggenggam erat-erat. Menghela nafas panjang sambil memandang ke atas langit.
Beberapa detik kemudian, darah sudah berceceran dimana-mana.


Sebenarnya apa yang sedang terjadi ? Ya, mereka (para penyair, penulis, atau apalah namanya itu) bakalan benar-benar mengakhiri nyawa dengan cara bunuh diri.

Hahaha. Sedikit guyonan kampungan dari saya.

Kenapa mereka bersiap-siap bunuh diri ?

Kalau saya boleh berkomentar, mungkin mereka sudah benar-benar bingung apa yang harus mereka lakukan. Mereka adalah penulis. Dan penulis selalu identik dengan merangkai kata-kata. Lalu, apa hubungannya dengan bunuh diri ?. Pasalnya, sebagian besar kata-kata yang sudah menjadi teman keseharian mereka sudah banyak yang berubah makna. Sebenarnya bukan berubah makna dalam arti yang sebenarnya, namun perubahan makna dalam hal imajinasi.

Apakah teman-teman (pembaca,netter,blogger, atau apalah namanya itu) sekalian tahu dengan yang namanya 4L4Y (baca: alay) ?.

Pastinya tahu dong. Tapi bagi yang belum tahu, saya kasih link tentang 4L4Y. (http://id.wikipedia.org/wiki/Alay). Saya tidak akan menjelaskan panjang lebar, namun intinya bahwa 4L4Y itu adalah anak yang norak, selalu menanggapi sesuatu secara berlebihan. (pokoke intine itu wes,potret anak muda jaman sekarang,,hehehehehe)

Setelah saya singgung sedikit tentang 4L4Y, selanjutnya saya akan menjelaskan sedikit tentang hasil dari perbuatan bangsa 4L4y tersebut.

Hasil dari perbuatan bangsa tersebut adalah dalam hal kata-kata. Yang seperti saya jelaskan di atas, bahwa bangsa ini sudah berhasil merubah makna sebagian besar kata-kata yang ada dalam perbendaharaan kata.

Sebenarnya banyak sekali yang sudah dirubah, namun beberapa waktu terakhir ini ada kata-kata yang sering kita dengar, kita baca. Kata yang saya maksud adalah “galau”. Nah lo, teman-teman sekalian pada tahu semua kan?

(1.    ber·ga·lau a sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran); 
ke·ga·lau·an n sifat (keadaan hal) galau)
. Dengan kata lain, sebenarnya galau itu merupakan sebuah peperangan kecil atau bahkan besar yang ada dalam pikiran maupun hati nurani.

Sebenarnya mungkin dulu kata “galau” adalah suatu kata yang sakral. Suatu kata yang memang sedang menggambarkan ekspresi jiwa yang sedang bergejolak. Yang mungkin sedang ada peperangan dalam jiwa seseorang. Namun sekarang, jika mendengar atau membaca kata “galau”, kita akan dihadapkan pada potret anak muda jaman sekarang. Yang terlalu melebih-lebihkan suatu hal. Di dalam benak kita akan langsung terbayang sosok anak muda yang norak dan gaul berlebihan.
Teman-teman sekalian tahu dengan yang namanya anak gaul tidak. Mungkin kalau boleh saya berkomentar sedikit tentang konsepsi anak gaul adalah sebagai berikut,
Anak gaul adalah :
1.      yang suka pake celana pensil
2.      yang suka pake dompet model agak panjang dan mungkin ada rantainya
3.      yang jalannya agak sedikit “ngangkang”
4.      yang suka pake sweater atau jaket yang ada gambar-gambar gak jelas
5.      yang gerak-geriknya sedikit aneh pas lagi diem (seperti: kakinya goyang-goyang)

Artinya, perubahan makna imajinatif tersebut akan sangat benar-benar menggangu imajinasi kita atau bahkan mereka para penulis. Bagaimana tidak, jika di dalam syair atau cerpen atau karya sastra lainnya yang saya tidak tahu lagi namanya, terdapat kata-kata “galau” maka imajinasi kita langsung tertuju pada orang-orang yang menyembah pada bangsa tersebut.


Mungkin alasan itulah yang membuat mereka (penyair, penulis, atau apalah namanya itu) segera bersiap-siap mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Meminjam dari prinsip hidup Samurai Jepang, bahwa jika rasa malu sudah tak tertahankan lagi maka jalan satu-satunya adalah mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri, dengan cara itulah mereka bisa mendapatkan kehormatan lagi. Dengan rasa malu yang tak tertahankan lagi, mereka segera bunuh diri.


Untung saja saya bukan salah satu dari mereka yang disebut penyair, penulis, atau apalah namanya itu, jadi saya tidak perlu bunuh diri. Hehehehehe.


Itu saja dulu guyonan dari orang desa seperti saya yang memang biasa-biasa saja.

12 comments:

  1. Maap, saya harus bilang "Jancok".
    "Ngangkang" kuwi akeh pemaknaane yo. Lha wong2 seng senengane "ngangkan" nang ndukur kasur opo yo dikatakan 4L4Y?
    haha

    ReplyDelete
  2. ronyem nggawok: kan iku mau "ngangkang" dalam model berjalan...........hahaha makasih atas "jancoknya".

    ReplyDelete
  3. WWaaaahhh........... saya kurang setuju dg kata2 switeerr.....
    HMM,,,,, aq sering pakai cak,,,,,, tapi jlan q gak "ngangkang"
    kmu jga sering Switterr jga'...
    anak gaul jga' brti, hayoooo...... pakek clana pensil jga' kan?

    ReplyDelete
  4. bagoes/anonymous: wah,kalo cir-cirinya cuma sebagian itu gaulnya belum sempurna, jadi perlu di upgrade...hahahaha

    ReplyDelete
  5. Wah, tapi bagaimanapun juga, pergeseran makna kata-kata tetap berlaku hingga hari ini. Analisis yang bagus untuk kata Galau.

    ReplyDelete
  6. jadi anak gaul itu gak salah mas,asal jangan salah pergaulan

    ReplyDelete
  7. Stahu masbro, dek okik kan penyair? setidaknya suka dengan dunia sastra. Kenapa kok sampek tega menghianati nurani? Ah, kurang ngopi ketok'e arek2 iki.. Sampek kacau galau nan 4L4Y ngene.. ayo kita serbu warkop..

    ReplyDelete
  8. ronyem nggawok: hehehe tetep berlaku, gimanapun juga itu kan konvensional....
    riez: wah,sepakat,,memang gak salah jadi anak gaul yang penting jangan salah pergaulan dan jangan terlalu berlebihan,,hehe itu guyonan kecil dari orang desa....makasih sudah mampir
    masbro: hehehe kopine wes entek masbro dadine utek podo galau kabeh iki,,,hehehe

    ReplyDelete
  9. penyair saat ini sulit di temui memang,,,

    bayanganku setelah membaca tulisan yang membuatku sedikit tersenyum adalah saat ini memang kenyataan yang ku lihat hampir sama dengan yang ada pada tulisan yang bahasanya apik,,,,hehehehe,,,,

    ReplyDelete
  10. nyah: hehehe kalo ngomong tentang penyair atau apalah itu,sekarang memang sulit..pasalnya sastra cyber sudah ada,dengan kita memasang tulisan di sebuah akun pun mungkin sudah dikatakan penulis (artinya yang sudah punya tulisan) tapi kita tidak tahu kualitasnya seperti apa. tapi berbeda dengan jaman dulu, jika sudah bicara penyair maka kiblatnya pasti ditanya tentang tulisan yang sudah dimuat di media sastra nasional (seperti horison,gong, atau kompas)...hehehe
    wah,itu memang sedikit guyonan dari orang desa yang biasa-biasa saja dan tidak bisa gaul.....
    makasih nyah sudah mampir

    ReplyDelete
  11. Okik: Hiraukan "Galau" Sekarang Juga!

    ReplyDelete