Saturday, December 24, 2011

Diantara Sepak Bola, Anak Kecil, dan Futsal.

Kita sama-sama terlibat dalam sebuah permainan.
Saling berebut si kulit bundar.
Sama-sama berlari.
Sama-sama beradu kaki.
Aku dikelilingi padi dan ilalang,
namun engkau berada di tengah-tengah tiang-tiang beton.

Beberapa hari yang lalu saya benar-benar dilanda rasa rindu yang amat sangat. Mungkin saya memang benar-benar sudah capek dan mulai bosan dengan rutinitas yang saya jalani. Ingin kembali merasakan rutinitas seperti beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun yang lalu. Menjalani kehidupan malam. Merasakan aroma dinginnya hujan. Bermain-main ilalang di pinggiran sawah dekat rumah temanku.

Namun beberapa hari yang lalu saya sudah mulai sedikit merasa lega. Pasalnya saya mulai merasakan aroma tanah liat sambil bermain-main ilalang. Hujan-hujanan seperti masa kecil saya dulu. Dan ketika saya berada di sawah, saya melihat beberapa anak kecil sedang asyik bermain sepak bola di lahan sawah yang kosong (yang memang tidak sedang ditanami padi atau tanaman lainnya). Memori-memori tentang masa kecil mulai terbayang kembali. Rasa-rasanya sekarang melihat anak-anak kecil bermain bola di sawah adalah hal yang langka, mungkin buat saya maupun buat teman-teman pembaca sekalian.

Mungkin sudah cukup saya terlalu ber-basa-basi dan curhatnya. Hehehe.

Beberapa hari yang lalu atau lebih tepatnya seminggu yang lalu, saya diajak oleh teman-teman kampus untuk main futsal di lapangan daerah Jalan Kalimantan (entah saya lupa nama lapangannya itu). Selama main futsal tersebut saya sedikit senang dan sedikit ada rasa yang mengganjal. Entah apa itu yang mengganjal, aku tidak tahu. Kebetulan pada saat itu saya dan teman-teman main futsal lawan anak-anak kecil (yang kemudian saya tahu bahwa itu anak SMP, tapi entah SMP mana, yang penting anak SMP. Hehehe.). Memori tadi kembali terulang.

Kemudian yang ada dalam benak saya adalah anak-anak kecil, sepak bola kampung, dan juga futsal. Tiga hal tersebut berkutat dalam pikiran saya.

Saya begitu suka anak-anak kecil. Energi yang berlebih. Semangat dan mungkin pantang menyerah. Tidak berpikir mbulet (mungkin seperti itu, hehehe), dan masih banyak lagi.

Sepak bola kampung (atau di sawah seperti yang tadi saya ceritakan), itu adalah ya sepak bola, hehe. Mungkin dari segi aturan tidak begitu terikat oleh aturan, yang penting ada berapa anak yang mau main, ya monggo. Di dalam olahraga dan situasi ini sangat menyenangkan sekali. Interaksi sosial dengan teman-teman atau mungkin dengan lawan main akan lebih terasa sekali dipadu dengan guyonan-guyonan nakal khas masa tersebut. Dan mungkin yang lebih menarik lagi bagi saya adalah, kita (anak-anak atau siapa saja) bisa merasakan aroma kebebasan dan keindahan. Di kanan kiri dikelilingi oleh padi atau tanaman apa saja pada musim tanam tersebut, dan yang paling penting ilalang yang menambah suasana jadi lebih manis. Dikelilingi oleh berbagai macam keindahan. Suara-suara kodok, aliran air di pematang, atau bahkan dengan tubuh belepotan tanah liat.

Futsal (http://id.wikipedia.org/wiki/Futsal) itu sebenarnya hampir sama dengan sepak bola pada umumnya, namun setahu saya itu yang pasti jumlah pemain masing-masing tim adalah berjumlah lima orang. Dan kita dikelilingi tiang-tiang beton yang seakan-akan memenjarakan kita. Interaksi tidak begitu seru, dan kita harus mengeluarkan beberapa puluh ribu per jam untuk sewa tempat futsal tersebut.

Namun kembali pada tiga persoalan yang menyangkut pada benak saya. Lagi-lagi saya merasa rindu dengan hal-hal yang pernah saya lakukan pada masa kecil saya. Entah kenapa saya berpikir kalau perkembangan jaman seperti sekarang (dalam hal ini adalah tiga hal yang saya utarakan tadi) rasa-rasanya semakin membuat kita terperangkap pada sebuah master plan yang begitu sempurna, yang entah siapa yang merancangnya.

Mungkin saat ini lahan persawahan (dan yang kosong untuk bisa dibuat main bola) sudah semakin menipis dan jarang sekali. Kebanyakan lahan-lahan persawahan tersebut berubah menjadi rumah-rumah mewah yang kemudian disebut perumahan elit. Berubah menjadi tiang-tiang beton lapangan futsal yang rasa-rasanya seperti memenjara ekspresi anak-anak kecil. Berubah menjadi lahan-lahan bisnis yang sedang naik daun.

Saya hanya rindu. Rindu sejadi-jadinya. Melihat sawah-sawah. Mendengar bunyi kodok-kodok, aliran air di pematang. Saya rindu dengan teriakan-teriakan anak-anak kecil yang berebut bola.

Mungkin teman-teman pembaca sekalian juga merasakan rindu yang sama hebatnya seperti rindu yang saya alami. Saya butuh cerita-cerita dari teman-teman pembaca sekalian.

Terima kasih.

1 comment:

  1. Jalan-jalan, eh, ketemu lagi ama blog ini...
    Berbicara seperti ini, mengingatkan saya pada masa-masa kecil.

    ReplyDelete